Selasa, 30 April 2013

Agresivitas


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ilmuwan telah lama memperdebatkan akar kekerasan. Freud (1930) berasumsi bahwa kita naluri untuk bertindak agresif. Agresi adalah siksaan yang di arahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain (Robert A Baron & Donn Byrde, 2005). Menurut Geen (1998) mengatakan dalam definisi paling sederhana mengenai agresi yaitu setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain.
Penjelasan paling tua dan kemungkinan paling dikenal mengenai agresi manusia adalah pandangan bahwa manusia "diprogram" sedemikian rupa untuk melakukan kekerasan oleh sifat ilmiah mereka. Teori-teori ini menyatakan bahwa kekerasan manusia berasal dari sifat bawaan untuk bersifat agresif satu sama lain. Sementara kebanyakan psikolog sosial menolak pandangan bahwa agresi manusia ditentukan secara kuat oleh faktor-faktor genetis, banyak yang sekarang menerima suatu pandangan evolusioner yang menyadari peran potensial dari faktor-faktor seperti ini. Untuk mempelajari agresi, para psikolog sosial sering menggunakan prosedur dimana individu diarahkan untuk percaya bahwa mereka dapat menyakiti orang lain dalam berbagai cara.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi agresivitas?
2. Bagaimanakah perspektif teoritis mengenai agresivitas?
3. Bagaimanakah teori proses terjadinya agresivitas?
4. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi agresivitas?
5. Bagaimana cara mereduksi perilaku agresif?
C. Tujuan Penulisan
adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Untuk Mengetahui dan memahami definisi agresivitas.
2. Untuk Mengetahui dan memahami perspektif teoritis mengenai agresivitas
3. Untuk mengetahui proses terjadinya agresivitas
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas
5. Untuk mengetahui dan memahami reduksi perilaku agresif.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Agresivitas
Agresi menurut Baron adalah bentuk perilaku yang disengaja terhadap mahkluk lain dengan tujuan untuk melukai atau membinasakan dan orang yang diserang berusaha untuk menghindar. Dalam pengertian tersebut terdapat empat masalah yang penting yaitu:
1. Agresi itu perilaku. Dengan demikian segala aspek perilaku terdapat didalam agresi.
2. Ada unsur kesengajaan. Peristiwa tabrakan pada umumnya dapat dikatakan sebagai peristiwa agresi berlebih-lebih apabila si pengendara sudah berusaha menghindar.
3. Sasarannya adalah mahkluk hidup.
4. Ada usaha menghindar dari si korban.
Meskipun semua orang sudah mengetahui apa itu agresi, sebagaimana definisi diatas, namun masih terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Setidaknya terdapat tiga hal penting (Sears, et. All., 1985:3-5) yaitu:
Pertama, berkaitan dengan maksud atau tujuan melukai. Ilustrasi yang paling mudah adalah apakah dapat disebut agresi jika orang yang sedang main sepak bola kemudian tanpa sengaja bolanya mengenai penonton dan terluka? Dan apakah tidak disebut agresi seseorang yang ingin menghabisi lawan bisnisnya dengan menembaknya dan ternyata pistolnya kosong?. Dari sini terdapat beberapa definisi. Peertama mendefinisikan sebagai perilaku melukai orang lain. Dan kedua menyatakan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain.
Kedua, berkaitan dengan agresi yang prososial dan garsi anti sosial. Biasanya agresi diasosiasikan sebagai tindakan yang buruk karena melukai orang lain, namun terdapat beberapa tindakan agresi yang baik seperti tindakan polisi yang menembak seseorang yang merampok dan sebagainya. Banyak tindakan agresif ditetapkan oleh norma sosial dan karenanya dianggap prososial: tindakkan menegakkan hukum, disiplin yang tepat, dan mematuhi komandan dimasa perang dianggap sebagai suatu keharusan.
Ketiga, berkaitan dengan perilaku agresi dan perasaan agresi, misalnya, rasa marah. Perilaku kita yang tampak tidak selalu mencerminkan perasaan internal. Mungkin saja seseorang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain.
Namun definisi-definisi diatas juga dapat mengabaikan niat orang yang melakukan tindakan dan faktor ini sangat penting. Jika kita mengabaikan niat, beberapa tindakan yang diniatkan untuk menyakiti orang lain mungkin tak disebut agresif karena tindakan itu ternyata tidak membahayakan. Misalnya seorang laki-laki menodongkan pistol dan menembak pesaingnya, namun ternyata pistol itu tidak berisi peluru, tindakan itu tidak membahayakan tetapi kita masih menganggapnya sebagai tindakan agresif, karena lelaki itu berniat membunuh pesaingnya.
Jadi, kita perlu membedakan perilaku menyakiti dengan niat menyakiti. Agresi disini didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain. Sering kali kita sulit untuk mengetahui niat orang lain, namun kita akan menerima keterbatasan ini karena kita mendefinisikan agresi secara bermakna apabila kita masukkan faktor niat.
Beberapa tindakan agresif yang berada diantara agresi anti sosial dan prososial dapat disebut sebagai sanctioned aggression (agresi yang disetujui). Jenis agresi ini termasuk tindakan yang tidak diharuskan oleh norma sosial tetapi ada dalam batas-batasnya; tindakan ini tidak melanggar standar moral yang diterima luas. Misalnya, pelatih yang menghukum pemain tim dengan menyuruhnya push-up biasanya dianggap betindak sesuai dengan haknya dan masih dalam batas yang diterima. Demikian pula wanita yang menyerang seorang pemerkosa.   
B. Perspektif Teoretis Mengenai Agresivitas
Perbuatan agresif tidak dapat dikatakan hanya disebabkan oleh suatu faktor, tetapi ia disebabkan oleh berbagai faktor. Secara umum dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan agresivitas.
1. Teori Insting
Freud berpendapat bahwa dalam diri manusia itu terdapat dorongan untuk hidup. Freud juga berpendapat bahwa agresi terutama timbul dari keinginan untuk mati (death wish/thanatos) yang kuat yang dimiliki oleh semua orang.
2. Teori Fighting Insting
Konrad Lorenz, ilmuwan pemenang hadiah nobel (1966, 1974) berpendapat bahwa agresi muncul terutama dari insting berkelahi (fighting instinct) bawaan yang dimiliki oleh manusia dan spesies lainnya. Diasumsikannya, insting ini berkembang selama terjadinya evolusi karena hal tersebut menolong untuk memastikan bahwa hanya individu yang terkuat dan terhebatlah yang akan menurukan gen mereka pada generasi berikutnya.
Konsep ini mirip dengan konsep adanya usaha setiap mahkluk hidup untuk bisa hidup dan mempertahankan diri, disebabkan oleh karena keterbatasannya sumber kehidupan yang digunakan menyingkirkan orang lain/mahkluk lain. Pendapat ini disumberkan dari teori ethologisnya Charles Darwin.
3. Teori Sosio Biologis
Barach menyatakan suatu teori bahwa struktur fisik seseorang itu mempunyai keterkaitan yang erat dengan sifat-sifat agresif. Perbedaan hormon yang dimiliki seseorang, misalnya, dapat menimbulkan perilaku agresif pada seseorang. Demikian juga dengan struktur-struktur otak tertentu yang dimiliki oleh seseorang dimana orang tersebut sangat sensitif untuk berbuat agresif. Biasanya hal ini adalah penyimpangan.
4. Teori Agresi Frustasi
Penganutnya adalah Berkowith dan Dollard. Menurut dua orang ini penyebab yang menonjol adalah orang-orang berbuat agresif adalah karena frustasi yang dialaminya. Orang dalam keadaan frustasi, biasanya akan mencari sasaran untuk mengurangi frustasinya. Sasaran tersebut biasa disebut sumber frustasi. Karena bisa jadi sumber frustasi sulit untuk didapati, jauh dan sebagainya, bisa ditunjukkan pada pihak lain.
Biasanya displace agrestion (sasaran pelampiasan) adalah objek yang mempunyai kesamaan dengan sumber frustasi. Teori ini memang tidak selalu terbukti. Dalam arti bahwa tidak semua orang yang frustasi berperilaku agresif. Namun demikian, rasa frustasi ini dapat menjadi salah satu faktor pendorong perilaku agresif, (Rahabav, t.t.: 72-73)
C. Teori Proses Terjadinya Agresivitas
Menurut Rahabav, et. All menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan proses agresi ada dua teoriyang patut dijelaskan, yaitu:
1. Teori Modeling
Proses terjadinya sifat agresif disebabkan oleh karena yang bersangkutan memperhatikan model/contoh. Model itu kemudian diimitasi menjadi salah satu karakteristik. Dalam modeling ada hubungan emosional yang kuat dengan model. Biasanya sosok yang ditiru adalah sifat yang ada pada tokoh yang dikagumi. Misalnya, sabagaimana dijelaskan pada teori Bandura di mana bapak kalau marah membanting gelas,  maka anak juga suatu ketika akan melakukan hal yang sama.
2. Teori belajar
Dalam proses modeling meskipun si peniru mendapat kesenangan, sebenarnya antara peniru dan yang ditiru tidak memiliki konteks yang jelas dalam prinsip. Disisi lain, sering ada unsur kesengajaan seseorang yang meminta orang lain untuk melakukan suatu perbuatan dengan imbalan tertentu. Hal ini apabila diarahkan untuk perbuatan agresif, tentu akan menjadi faktor pembelajaran agresif bagi seseorang. Jika demikian, bisa jadi seseorang akan terkondisikan untuk melakukan tindakan tersebut.
D. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Agresivitas
Beberapa factor yang mempengaruhi agresivitas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.          Provokasi
        Provokasi adalah perbuatan agresi yang disebabkan oleh adanya usaha yang sifatnya membalas sifat orang lain (Counter Agression)
2.          Kondisi Aversif
        Kondisi aversif adalah kondisi yang tidak menyenangkan yang biasanya dihindarkan oleh seseorang, menurut Barikit kondisi ini merupakan salah satu factor saja, adanya factor yang kurang menyenangkan menyebabkan orang lain lalu mencoba berbuat sesuatu agar senang dengan mengubah suasana tersebut. Apabila yang menyebabkan tidak senang itu orang lain, maka akan timbul perilaku agresif terhadap orang yang menjadi penyebab tersebut.
3.          Isyarat Agresif
        Isyarat agresif adalah orang yang berbuat agresif karena melihat stimulus yang diasosiasikan sebagai sumber perbuatan agresif.
4.          Kehadiran Orang Lain
        Terjadinya perkelahian di antara para pelajar, misalnya, saat didatangkan kelompok pelajar lain yang menjadi rivalnya.
5.          Karakteristik Individu
        Individu yang mempunyai sudah terbiasa sehingga berkarakteristik agresif akan mempunyai kecenderungan untuk bertindak agresif.
6.          Deindividualisasi
        Lebon menjelaskan bahwa orang yang berada dalam kerumunan sering merasa bebas untuk memuaskan nalurinya yang “liar dan destruktif”. Hal ini terjadi karena adanya perasaan tak terkalahkan dan anonimitas.
7.          Obat-obatan Terlarang
        Sudah dapat dimaklumi bahwa obat-obatan terlarang seperti alcohol, ekstasi, dan sejenisnya dapat menjadi pemicu seseorang untuk berperilaku agresif. Bukankah telah banyak yang terjadi dimasyarakat seseorang yang melakukan perkelahian disebabkan oleh sesuatu yang sepele dimana pelaku-pelakunya dalam kondisi mabuk?
        Barangkali perlu ditambahkan berkenaan dengan factor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah apa yang dijelaskan oleh Barbara Karhe (dalam Gun R. Semin and Klaus Fiedler, 1996:350). Karhe menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi factor agresi seseorang, yaitu:
1.          Factor personalitas, sebagaimana dijelaskan oleh Hyde, eagly dan steffen, dapat diketahui bahwasanya laki-laki mempunyai kecenderungan berperilaku lebih agresif disbanding wanita.
2.          Factor situasi. Hal ini dapat diilustrasikan dari pertanyaan bagaimana perasaan anda yang sedang kecewa/frustasi, tiba-tiba kemudian ada orang yang mendamprat anda? Berkowitz dan LePage menjelaskan bahwa kondisi frustasi menjadikan seseorang berperilaku agresif.
3.          Factor pengaruh media. Sebagaimana dinyatakan dalam banyak kesempatan bahwasanya pengaruh media merupakan the most powerful environmental factor yang bertanggung jawab dalam peningkatan perilaku agresif, khususnya pada anak-anak dan remaja.
E. Reduksi Perilaku Agresif
        Perilaku agresif adalah problem utama umat manusia. Kejahatan individual dan kekerasan skala besar sama-sama membahayakan orang dan tatanan masyarakat pada umumnya. Semua masyarakat menghabiskan banyak energi untuk mengontrol tendensi kekerasan ini; adalah penting untuk memahami bagaimana mereduksi agresivitas. Akan tetapi, setiap solusi ternyata punya resiko dan konsekuensi yang tidak diharapkan. Berikut adalah beberapa teknik reduksi perilaku agresi, yaitu:
1.          Hukuman dan Pembalasan
        Tampak bahwa ketakutan akan hukuman dan pembalasan akan mereduksi perilaku agresif. Kita berharap orang mempertimbangkan kobsekuensi hukuman ini dan karenanya mereka menghindari perilaku agresif. Sesuai dengan temuan ini, anak kecil cenderung menjadi korban kekerasan rumah tangga karena mereka lebih lemah dan kecil kemungkinannya balas dendam (Straus et al., 1981).
        Namun ancaman hukuman dan balasan setimpal bukan cara sederhana untuk mereduksi agresi. Seperti telah dikemukakan di atas, anak yang sering dihukum karena perbuatan agresif justru cenderung lebih agresif (Sears, Maccoby, & Levin, 1975). Ketika beranjak dewasa, mereka juga kemungkinan besar akan agresif terhadap pasangannya. Mungkin mereka meniru orang tuanya yang agresif. Mungkin hukuman yang terlalu sering menimbulkan kemarahan. Hukuman atas agresivitas anak tidak selalu menghasilkan reduksi perilaku agresif. Problem kedua adalah ketakutan dan balasan tampaknya memicu aksi kontra-agresi. Orang yang diserang cebderung membalas penyerangannya, meski pembalasan itu akan menimbulkan serangan lagi (Dengerink, schnedler & Covey, 1978).   
2.          Mengurangi Frustasi dan Serangan
        Frustasi dan serangan adalah sumber utama dari kemarahan; karenanya cara yang lebih efektif untuk mereduksi agresi adalah mereduksi terjadinya dua hal itu.
3.          Belajar Menahan Diri
        Salah satu teknik mereduksi agresi adalah belajar mengontrol diri sendiri perilaku agresifnya. Sebagaimana orang belajar kapan agresi di perbolehkan, mereka juga harus belajar kapan mencegah atau menahan agresi.
4.          Distraksi
        Saat kita semakin dewasa dan tambah pengalaman dalam berbagai situasi, kita belajar cara mengatasi emosi kita, seperti marah. Misalnya, kita belajar bahwa jika memikirkan sebab-sebab yang membuat kita marah, kita akan semakin marah.
        Beberapa studi membandingkan pemikiran tentang sumber kemarahan dengan upaya mengalihkan perhatian. Hasilnya menunjukkan bahwa memikirkan sumber kemarahan akan memperbesar rasa marah; distraksi tidak menambah rasa marah, namun ini tidak selalu berhasil (Bushman, 2002; Rusting & Nolen-Hoeksema, 1998).
5.          Kecemasan Agresif
        Perasaan cemas tentang prospek melakukan tindakan agresif juga bisa menghambat agresivitas. Orang mungkin merasa cemas dalam tingkat yang berbeda-beda, bergantung pada upaya penahanan diri yang sudah meraka kuasai. Tak semua orang punya jumlah kecemasan agresi (aggression anxiety) yang sama. Wanita punya lebih banyak kecemasan agresi dari pada pria. Anak yang dibesarkan keluarga berpendapatan menengah ke atas cenderung lebih banyak memilikinya ketimbang anak yang dibesarkan dalam keluarga berpendapatan rendah. Orang tua yang menggunakan nalar dan kasih saying sebagai teknik disiplin akan menghasilkan anak dengan kecemasan agresi lebih besar ketimbang orang tua yang menggunakan hukuman fisik (Feshbach, 1970).
6.          Agresi yang Dialihkan
        Agresi yang dialihkan adalah ekspresi agresi terhadap target pengganti. Anak yang jengkel pada orang tuanya mungkin sengaja menumpahkan susunya, atau lelaki yang perusahaannya tidak mempromosikan kariernya mungkin semakin marah kepada etnis minoritas.
        Individu mengekspresikan marah kepada target yang lebih mudah. Semakin negative perasaan frustasinya, semakin besar pengalihan agresinya.
7.          Katarsis
        Freud menyebut proses ini sebagai katarsis. Dalam bahasa sederhana, katarsis berarti semacam “mengeluarkan uap” atau “keluar dari system anda”. Katarsis dapat mereduksi agresi jika orang yang marah mengekspresikan kemarahannya langsung kepada orang yang membuatnya frustasi.
        Namun katarsis juga beresiko dan dalam beberapa situasi dapat meningkatkan agresi. Kita semua mengontrol kemarahan kita tetapi ketika kemarahan telah dilampiaskan, kita mungkin mengurangi penahanan diri untuk mengekspresikan permusuhan dimasa mendatang. Hipotesis katarsis juga menyatakan bahwa agresi lanjutan dapat dicegah dengan mengekspresikan agresi selain tindakan fisik terhadap sasaran, seperti agresi yang dialihkan.




BAB III
KESIMPULAN
Ø Agresi adalah bentuk perilaku yang disengaja terhadap mahkluk lain dengan tujuan untuk melukai atau membinasakan dan orang yang diserang berusaha untuk menghindar.
Ø Perspektif teoritis mengenai agresivitas
·         Teori insting
·         Teori fighting insting
·         Teori sosio-biologis
·         Teori agresi frustasi
Ø Teori proses terjadinya agresivitas
·         Teori modeling
·         Teori belajar
Ø Factor yang mempengaruhi agresivitas
·         Provokasi
·         Kondisi aversif
·         Isyarat agresif
·         Kehadiran orang lain
·         Karakteristik individu
·         Deindividualisasi
·         Obat-obatan terlarang
Ø Mereduksi perilaku agresivitas
·         Hukuman dan pembalasan
·         Mengurangi frustasi dan serangan
·         Belajar menahan diri
·         Distraksi
·         Kecemasan agresif
·         Agresi yang dialihkan
·         katarsis
DAFTAR PUSTAKA
Ø Shelley E. Taylor., dkk., 2009., “Psikologi Sosial” Edisi Kedua belas., Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ø Robert A. Baron, Donn Byrne.,2005., “Psikologi Sosial” Edisi kesepuluh., Jakarta: Erlangga

























Tidak ada komentar: