BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ilmuwan telah lama memperdebatkan akar kekerasan. Freud (1930)
berasumsi bahwa kita naluri untuk bertindak agresif. Agresi adalah siksaan yang
di arahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain
(Robert A Baron & Donn Byrde, 2005). Menurut Geen (1998) mengatakan dalam
definisi paling sederhana mengenai agresi yaitu setiap tindakan yang menyakiti
atau melukai orang lain.
Penjelasan paling tua dan kemungkinan paling dikenal mengenai agresi
manusia adalah pandangan bahwa manusia "diprogram" sedemikian rupa
untuk melakukan kekerasan oleh sifat ilmiah mereka. Teori-teori ini menyatakan
bahwa kekerasan manusia berasal dari sifat bawaan untuk bersifat agresif satu
sama lain. Sementara kebanyakan psikolog sosial menolak pandangan bahwa agresi
manusia ditentukan secara kuat oleh faktor-faktor genetis, banyak yang sekarang
menerima suatu pandangan evolusioner yang menyadari peran potensial dari
faktor-faktor seperti ini. Untuk mempelajari agresi, para psikolog sosial
sering menggunakan prosedur dimana individu diarahkan untuk percaya bahwa
mereka dapat menyakiti orang lain dalam berbagai cara.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi agresivitas?
2. Bagaimanakah perspektif teoritis mengenai agresivitas?
3. Bagaimanakah teori proses terjadinya agresivitas?
4. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi agresivitas?
5. Bagaimana cara mereduksi perilaku agresif?
C. Tujuan Penulisan
adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Untuk Mengetahui dan memahami definisi agresivitas.
2. Untuk Mengetahui dan memahami perspektif teoritis mengenai agresivitas
3. Untuk mengetahui proses terjadinya agresivitas
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas
5. Untuk mengetahui dan memahami reduksi perilaku agresif.
PEMBAHASAN
A. Definisi Agresivitas
Agresi menurut Baron adalah bentuk perilaku yang disengaja terhadap
mahkluk lain dengan tujuan untuk melukai atau membinasakan dan orang yang
diserang berusaha untuk menghindar. Dalam pengertian tersebut terdapat empat
masalah yang penting yaitu:
1. Agresi itu perilaku. Dengan demikian segala aspek perilaku terdapat
didalam agresi.
2. Ada unsur kesengajaan. Peristiwa tabrakan pada umumnya dapat dikatakan
sebagai peristiwa agresi berlebih-lebih apabila si pengendara sudah berusaha
menghindar.
3. Sasarannya adalah mahkluk hidup.
4. Ada usaha menghindar dari si korban.
Meskipun semua orang sudah mengetahui apa itu agresi, sebagaimana
definisi diatas, namun masih terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan.
Setidaknya terdapat tiga hal penting (Sears, et. All., 1985:3-5) yaitu:
Pertama, berkaitan dengan maksud atau tujuan melukai. Ilustrasi yang
paling mudah adalah apakah dapat disebut agresi jika orang yang sedang main
sepak bola kemudian tanpa sengaja bolanya mengenai penonton dan terluka? Dan
apakah tidak disebut agresi seseorang yang ingin menghabisi lawan bisnisnya
dengan menembaknya dan ternyata pistolnya kosong?. Dari sini terdapat beberapa
definisi. Peertama mendefinisikan sebagai perilaku melukai orang lain. Dan
kedua menyatakan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang
lain.
Kedua, berkaitan dengan agresi yang prososial dan garsi anti sosial.
Biasanya agresi diasosiasikan sebagai tindakan yang buruk karena melukai orang
lain, namun terdapat beberapa tindakan agresi yang baik seperti tindakan polisi
yang menembak seseorang yang merampok dan sebagainya. Banyak tindakan agresif
ditetapkan oleh norma sosial dan karenanya dianggap prososial: tindakkan
menegakkan hukum, disiplin yang tepat, dan mematuhi komandan dimasa perang
dianggap sebagai suatu keharusan.
Ketiga, berkaitan dengan perilaku agresi dan perasaan agresi, misalnya,
rasa marah. Perilaku kita yang tampak tidak selalu mencerminkan perasaan
internal. Mungkin saja seseorang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan
usaha untuk melukai orang lain.
Namun definisi-definisi diatas juga dapat mengabaikan niat orang yang
melakukan tindakan dan faktor ini sangat penting. Jika kita mengabaikan niat,
beberapa tindakan yang diniatkan untuk menyakiti orang lain mungkin tak disebut
agresif karena tindakan itu ternyata tidak membahayakan. Misalnya seorang
laki-laki menodongkan pistol dan menembak pesaingnya, namun ternyata pistol itu
tidak berisi peluru, tindakan itu tidak membahayakan tetapi kita masih
menganggapnya sebagai tindakan agresif, karena lelaki itu berniat membunuh
pesaingnya.
Jadi, kita perlu membedakan perilaku menyakiti dengan niat menyakiti.
Agresi disini didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dimaksudkan untuk
menyakiti orang lain. Sering kali kita sulit untuk mengetahui niat orang lain,
namun kita akan menerima keterbatasan ini karena kita mendefinisikan agresi
secara bermakna apabila kita masukkan faktor niat.
Beberapa tindakan agresif yang berada diantara agresi anti sosial dan
prososial dapat disebut sebagai sanctioned aggression (agresi
yang disetujui). Jenis agresi ini termasuk tindakan yang tidak diharuskan oleh
norma sosial tetapi ada dalam batas-batasnya; tindakan ini tidak melanggar
standar moral yang diterima luas. Misalnya, pelatih yang menghukum pemain tim
dengan menyuruhnya push-up biasanya dianggap betindak sesuai dengan
haknya dan masih dalam batas yang diterima. Demikian pula wanita yang menyerang
seorang pemerkosa.
B. Perspektif Teoretis Mengenai Agresivitas
Perbuatan agresif tidak dapat dikatakan hanya disebabkan oleh suatu
faktor, tetapi ia disebabkan oleh berbagai faktor. Secara umum dapat dibedakan
dalam dua kategori yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Berikut adalah
beberapa teori yang berkaitan dengan agresivitas.
1. Teori Insting
Freud berpendapat bahwa dalam diri manusia itu terdapat dorongan untuk
hidup. Freud juga berpendapat bahwa agresi terutama timbul dari keinginan untuk
mati (death wish/thanatos) yang kuat yang dimiliki oleh semua orang.
2. Teori Fighting Insting
Konrad Lorenz, ilmuwan pemenang hadiah nobel (1966, 1974) berpendapat
bahwa agresi muncul terutama dari insting berkelahi (fighting instinct) bawaan
yang dimiliki oleh manusia dan spesies lainnya. Diasumsikannya, insting ini
berkembang selama terjadinya evolusi karena hal tersebut menolong untuk
memastikan bahwa hanya individu yang terkuat dan terhebatlah yang akan
menurukan gen mereka pada generasi berikutnya.
Konsep ini mirip dengan konsep adanya usaha setiap mahkluk hidup untuk
bisa hidup dan mempertahankan diri, disebabkan oleh karena keterbatasannya
sumber kehidupan yang digunakan menyingkirkan orang lain/mahkluk lain. Pendapat
ini disumberkan dari teori ethologisnya Charles Darwin.
3. Teori Sosio Biologis
Barach menyatakan suatu teori bahwa struktur fisik seseorang itu
mempunyai keterkaitan yang erat dengan sifat-sifat agresif. Perbedaan hormon
yang dimiliki seseorang, misalnya, dapat menimbulkan perilaku agresif pada
seseorang. Demikian juga dengan struktur-struktur otak tertentu yang dimiliki
oleh seseorang dimana orang tersebut sangat sensitif untuk berbuat agresif.
Biasanya hal ini adalah penyimpangan.
4. Teori Agresi Frustasi
Penganutnya adalah Berkowith dan Dollard. Menurut dua orang ini penyebab
yang menonjol adalah orang-orang berbuat agresif adalah karena frustasi yang
dialaminya. Orang dalam keadaan frustasi, biasanya akan mencari sasaran untuk
mengurangi frustasinya. Sasaran tersebut biasa disebut sumber frustasi. Karena
bisa jadi sumber frustasi sulit untuk didapati, jauh dan sebagainya, bisa
ditunjukkan pada pihak lain.
Biasanya displace agrestion (sasaran pelampiasan) adalah objek
yang mempunyai kesamaan dengan sumber frustasi. Teori ini memang tidak selalu
terbukti. Dalam arti bahwa tidak semua orang yang frustasi berperilaku agresif.
Namun demikian, rasa frustasi ini dapat menjadi salah satu faktor pendorong
perilaku agresif, (Rahabav, t.t.: 72-73)
C. Teori Proses Terjadinya Agresivitas
Menurut Rahabav, et. All menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan proses
agresi ada dua teoriyang patut dijelaskan, yaitu:
1. Teori Modeling
Proses terjadinya sifat agresif disebabkan oleh karena yang bersangkutan
memperhatikan model/contoh. Model itu kemudian diimitasi menjadi salah satu
karakteristik. Dalam modeling ada hubungan emosional yang kuat dengan model.
Biasanya sosok yang ditiru adalah sifat yang ada pada tokoh yang dikagumi.
Misalnya, sabagaimana dijelaskan pada teori Bandura di mana bapak kalau marah
membanting gelas, maka anak juga suatu
ketika akan melakukan hal yang sama.
2. Teori belajar
Dalam proses modeling meskipun si peniru mendapat kesenangan, sebenarnya
antara peniru dan yang ditiru tidak memiliki konteks yang jelas dalam prinsip.
Disisi lain, sering ada unsur kesengajaan seseorang yang meminta orang lain
untuk melakukan suatu perbuatan dengan imbalan tertentu. Hal ini apabila diarahkan
untuk perbuatan agresif, tentu akan menjadi faktor pembelajaran agresif bagi
seseorang. Jika demikian, bisa jadi seseorang akan terkondisikan untuk
melakukan tindakan tersebut.
D. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Agresivitas
Beberapa factor yang mempengaruhi agresivitas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Provokasi
Provokasi
adalah perbuatan agresi yang disebabkan oleh adanya usaha yang sifatnya
membalas sifat orang lain (Counter Agression)
2.
Kondisi Aversif
Kondisi
aversif adalah kondisi yang tidak menyenangkan yang biasanya dihindarkan oleh
seseorang, menurut Barikit kondisi ini merupakan salah satu factor saja, adanya
factor yang kurang menyenangkan menyebabkan orang lain lalu mencoba berbuat
sesuatu agar senang dengan mengubah suasana tersebut. Apabila yang menyebabkan
tidak senang itu orang lain, maka akan timbul perilaku agresif terhadap orang
yang menjadi penyebab tersebut.
3.
Isyarat Agresif
Isyarat
agresif adalah orang yang berbuat agresif karena melihat stimulus yang
diasosiasikan sebagai sumber perbuatan agresif.
4.
Kehadiran Orang Lain
Terjadinya
perkelahian di antara para pelajar, misalnya, saat didatangkan kelompok pelajar
lain yang menjadi rivalnya.
5.
Karakteristik Individu
Individu
yang mempunyai sudah terbiasa sehingga berkarakteristik agresif akan mempunyai
kecenderungan untuk bertindak agresif.
6.
Deindividualisasi
Lebon
menjelaskan bahwa orang yang berada dalam kerumunan sering merasa bebas untuk
memuaskan nalurinya yang “liar dan destruktif”. Hal ini terjadi karena adanya
perasaan tak terkalahkan dan anonimitas.
7.
Obat-obatan Terlarang
Sudah
dapat dimaklumi bahwa obat-obatan terlarang seperti alcohol, ekstasi, dan
sejenisnya dapat menjadi pemicu seseorang untuk berperilaku agresif. Bukankah
telah banyak yang terjadi dimasyarakat seseorang yang melakukan perkelahian
disebabkan oleh sesuatu yang sepele dimana pelaku-pelakunya dalam kondisi
mabuk?
Barangkali
perlu ditambahkan berkenaan dengan factor yang mempengaruhi perilaku agresif
adalah apa yang dijelaskan oleh Barbara Karhe (dalam Gun R. Semin and Klaus
Fiedler, 1996:350). Karhe menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi
factor agresi seseorang, yaitu:
1.
Factor personalitas, sebagaimana dijelaskan
oleh Hyde, eagly dan steffen, dapat diketahui bahwasanya laki-laki mempunyai
kecenderungan berperilaku lebih agresif disbanding wanita.
2.
Factor situasi. Hal ini dapat diilustrasikan
dari pertanyaan bagaimana perasaan anda yang sedang kecewa/frustasi, tiba-tiba
kemudian ada orang yang mendamprat anda? Berkowitz dan LePage menjelaskan bahwa
kondisi frustasi menjadikan seseorang berperilaku agresif.
3.
Factor pengaruh media. Sebagaimana dinyatakan
dalam banyak kesempatan bahwasanya pengaruh media merupakan the most powerful environmental factor yang
bertanggung jawab dalam peningkatan perilaku agresif, khususnya pada anak-anak
dan remaja.
E. Reduksi Perilaku Agresif
Perilaku
agresif adalah problem utama umat manusia. Kejahatan individual dan kekerasan
skala besar sama-sama membahayakan orang dan tatanan masyarakat pada umumnya.
Semua masyarakat menghabiskan banyak energi untuk mengontrol tendensi kekerasan
ini; adalah penting untuk memahami bagaimana mereduksi agresivitas. Akan
tetapi, setiap solusi ternyata punya resiko dan konsekuensi yang tidak
diharapkan. Berikut adalah beberapa teknik reduksi perilaku agresi, yaitu:
1.
Hukuman dan Pembalasan
Tampak bahwa ketakutan
akan hukuman dan pembalasan akan mereduksi perilaku agresif. Kita berharap
orang mempertimbangkan kobsekuensi hukuman ini dan karenanya mereka menghindari
perilaku agresif. Sesuai dengan temuan ini, anak kecil cenderung menjadi korban
kekerasan rumah tangga karena mereka lebih lemah dan kecil kemungkinannya balas
dendam (Straus et al., 1981).
Namun
ancaman hukuman dan balasan setimpal bukan cara sederhana untuk mereduksi
agresi. Seperti telah dikemukakan di atas, anak yang sering dihukum karena
perbuatan agresif justru cenderung lebih agresif (Sears, Maccoby, & Levin,
1975). Ketika beranjak dewasa, mereka juga kemungkinan besar akan agresif
terhadap pasangannya. Mungkin mereka meniru orang tuanya yang agresif. Mungkin
hukuman yang terlalu sering menimbulkan kemarahan. Hukuman atas agresivitas
anak tidak selalu menghasilkan reduksi perilaku agresif. Problem kedua adalah
ketakutan dan balasan tampaknya memicu aksi kontra-agresi. Orang yang diserang cebderung
membalas penyerangannya, meski pembalasan itu akan menimbulkan serangan lagi
(Dengerink, schnedler & Covey, 1978).
2.
Mengurangi Frustasi dan Serangan
Frustasi
dan serangan adalah sumber utama dari kemarahan; karenanya cara yang lebih
efektif untuk mereduksi agresi adalah mereduksi terjadinya dua hal itu.
3.
Belajar Menahan Diri
Salah
satu teknik mereduksi agresi adalah belajar mengontrol diri sendiri perilaku
agresifnya. Sebagaimana orang belajar kapan agresi di perbolehkan, mereka juga
harus belajar kapan mencegah atau menahan agresi.
4.
Distraksi
Saat
kita semakin dewasa dan tambah pengalaman dalam berbagai situasi, kita belajar
cara mengatasi emosi kita, seperti marah. Misalnya, kita belajar bahwa jika
memikirkan sebab-sebab yang membuat kita marah, kita akan semakin marah.
Beberapa
studi membandingkan pemikiran tentang sumber kemarahan dengan upaya mengalihkan
perhatian. Hasilnya menunjukkan bahwa memikirkan sumber kemarahan akan
memperbesar rasa marah; distraksi tidak menambah rasa marah, namun ini tidak
selalu berhasil (Bushman, 2002; Rusting & Nolen-Hoeksema, 1998).
5.
Kecemasan Agresif
Perasaan
cemas tentang prospek melakukan tindakan agresif juga bisa menghambat
agresivitas. Orang mungkin merasa cemas dalam tingkat yang berbeda-beda,
bergantung pada upaya penahanan diri yang sudah meraka kuasai. Tak semua orang
punya jumlah kecemasan agresi (aggression
anxiety) yang sama. Wanita punya lebih banyak kecemasan agresi dari
pada pria. Anak yang dibesarkan keluarga berpendapatan menengah ke atas cenderung
lebih banyak memilikinya ketimbang anak yang dibesarkan dalam keluarga
berpendapatan rendah. Orang tua yang menggunakan nalar dan kasih saying sebagai
teknik disiplin akan menghasilkan anak dengan kecemasan agresi lebih besar
ketimbang orang tua yang menggunakan hukuman fisik (Feshbach, 1970).
6.
Agresi yang Dialihkan
Agresi yang dialihkan
adalah ekspresi agresi terhadap target pengganti. Anak yang jengkel pada orang
tuanya mungkin sengaja menumpahkan susunya, atau lelaki yang perusahaannya
tidak mempromosikan kariernya mungkin semakin marah kepada etnis minoritas.
Individu
mengekspresikan marah kepada target yang lebih mudah. Semakin negative perasaan
frustasinya, semakin besar pengalihan agresinya.
7.
Katarsis
Freud
menyebut proses ini sebagai katarsis. Dalam bahasa sederhana, katarsis berarti
semacam “mengeluarkan uap” atau “keluar dari system anda”. Katarsis dapat
mereduksi agresi jika orang yang marah mengekspresikan kemarahannya langsung
kepada orang yang membuatnya frustasi.
Namun
katarsis juga beresiko dan dalam beberapa situasi dapat meningkatkan agresi.
Kita semua mengontrol kemarahan kita tetapi ketika kemarahan telah
dilampiaskan, kita mungkin mengurangi penahanan diri untuk mengekspresikan
permusuhan dimasa mendatang. Hipotesis katarsis juga menyatakan bahwa agresi
lanjutan dapat dicegah dengan mengekspresikan agresi selain tindakan fisik
terhadap sasaran, seperti agresi yang dialihkan.
BAB
III
KESIMPULAN
Ø Agresi adalah bentuk perilaku yang disengaja
terhadap mahkluk lain dengan tujuan untuk melukai atau membinasakan dan orang
yang diserang berusaha untuk menghindar.
Ø Perspektif teoritis
mengenai agresivitas
·
Teori insting
·
Teori fighting insting
·
Teori sosio-biologis
·
Teori agresi frustasi
Ø Teori proses terjadinya
agresivitas
·
Teori modeling
·
Teori belajar
Ø Factor yang mempengaruhi
agresivitas
·
Provokasi
·
Kondisi aversif
·
Isyarat agresif
·
Kehadiran orang lain
·
Karakteristik individu
·
Deindividualisasi
·
Obat-obatan terlarang
Ø Mereduksi perilaku
agresivitas
·
Hukuman dan pembalasan
·
Mengurangi frustasi dan serangan
·
Belajar menahan diri
·
Distraksi
·
Kecemasan agresif
·
Agresi yang dialihkan
·
katarsis
DAFTAR PUSTAKA
Ø Shelley E. Taylor., dkk.,
2009., “Psikologi Sosial” Edisi Kedua
belas., Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ø Robert A. Baron, Donn
Byrne.,2005., “Psikologi Sosial” Edisi
kesepuluh., Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar